rumah.
Dengan malas, Segara melangkahkan kakinya menuju pintu depan sekedar untuk membukakan pintu karena ayahnya lupa membawa kunci cadangan.
cklek.
“lama banget bukain pintu doang”
“maaf ayah”
Segara menatap Jarrel yang bersembunyi di balik punggung ayahnya, hanya tatapan biasa namun tatapan itu membuat Jarrel semakin takut. Pria mungil itu meremas jas milik Hisyam.
“ega, sapa dong papah barunya” ucap Hisyam yang menyadari jika Jarrel takut pada anak semata wayangnya ini.
“hai, papah” sapa Segara membuat Jarrel menyembulkan kepalanya di balik punggung Hisyam.
Terdengar kekehan kecil keluar dari mulut yang lebih tua, menarik tangannya pelan agar tidak bersembunyi lagi di balik punggungnya.
“disapa tuh, jawab dong”
“h-hai ega hehe”
“selamat datang ya, papah”
“iya hehe” jawab Jarrel dengan canggung.
Hisyam terkekeh sembari mengusak rambut Jarrel, gemas.
“ayo masuk”
Sang kepala keluarga masuk terlebih dahulu ke dalam rumah, diikuti oleh Jarrel di belakangnya.
Hisyam sudah masuk ke dalam kamarnya namun Jarrel masih berdiri di depan pintu yang sudah tertutup.
Matanya menatap kagum iterior rumah yang akan ia tempati ke depannya, sangat luas dan nyaman.
Jarrel terus menatap seisi rumah dengan mata berbinar sampai ia tak sadar jika Segara masih ada disana, menatapnya dengan tatapan datar.
“eh? ega kok masih disini?”
Tidak ada jawaban dari pria yang lebih muda 5 tahun darinya itu. Segara melangkah mendekat, setiap langkah yang diambilnya membuat Jarrel berjalan mundur, jantungnya berdegup lagi.
Wajah Segara semakin didekatkan, sampai deruan napas yang lebih muda membelai lembut wajahnya. Jarrel semakin kelabakan saat melihat pergerakan Segara yang mengulurkan tangan kanannya ke belakang pinggangnya. “e-ega?”
klek.
“eh?”
Segara menjauhkan wajahnya saat sudah mengunci pintu. “gue cuma mau ngunci pintu”
Jarrel bernafas lega, ia kira Segara akan melakukan sesuatu padanya.
Jarrel duduk pada pinggiran tempat tidur, ia terlihat canggung mengingat beberapa waktu lalu Hisyam mengucapkan janji sucinya. Pikirannya juga tertuju pada kejadian tadi, kejadian dimana Segara menatap matanya dari jarak dekat.
Terlalu larut dengan pikirannya sendiri, sampai tidak sadar jika Hisyam sudah duduk di sebelahnya.
“capek banget ya?”
“eh?! kaget aku mas”
“ngelamunin apa hm?”
“enggak ada hehe, mas udah beres mandi?”
“iya nih, kamu mau mandi juga?” tanya Hisyam, Jarrel menggeleng.
“dingin”
Hisyam tersenyum, tangannya terangkat untuk mengelus surai lembut suaminya. Jarrel menikmati elusan yang diberikan dari pria yang lebih tua itu sampai tak sadar jika wajah Hisyam semakin mendekat, sampai deruan napas hangat sang dominan membelai lembut wajahnya.
Kedua manik mata mereka bertemu, Jarrel berkedip pelan hingga Hisyam bisa lihat bagaimana bulu mata lentik itu membingkai mata indahnya.
Napas Jarrel tercekat dan detik itu juga jantungnya berdetak kencang saat tangan Hisyam mengusap lembut bibir bawahnya dan berkata. “boleh?”
Jarrel tak menjawab, merasa bingung. Di satu sisi ia harus melakukannya namun di satu sisi ia belum siap.
Hisyam tersenyum lembut, ia paham apa yang ada di pikiran Jarrel saat ini. Perlahan Hisyam menjauhkan wajahnya lalu mengelus pelan pipi si manis.
“kalo kamu belum siap gapapa, mas bakal tunggu sampe kamu siap”
“maaf mas”
“gapapa sayang, sekarang tidur ya? tadi katanya capek”
“iya”
Jarrel jadi merasa bersalah karena tidak melakukan ritual malam pertamanya.