enhipain

rumah.


Dengan malas, Segara melangkahkan kakinya menuju pintu depan sekedar untuk membukakan pintu karena ayahnya lupa membawa kunci cadangan.

cklek.

“lama banget bukain pintu doang”

“maaf ayah”

Segara menatap Jarrel yang bersembunyi di balik punggung ayahnya, hanya tatapan biasa namun tatapan itu membuat Jarrel semakin takut. Pria mungil itu meremas jas milik Hisyam.

“ega, sapa dong papah barunya” ucap Hisyam yang menyadari jika Jarrel takut pada anak semata wayangnya ini.

“hai, papah” sapa Segara membuat Jarrel menyembulkan kepalanya di balik punggung Hisyam.

Terdengar kekehan kecil keluar dari mulut yang lebih tua, menarik tangannya pelan agar tidak bersembunyi lagi di balik punggungnya.

“disapa tuh, jawab dong”

“h-hai ega hehe”

“selamat datang ya, papah”

“iya hehe” jawab Jarrel dengan canggung.

Hisyam terkekeh sembari mengusak rambut Jarrel, gemas.

“ayo masuk”

Sang kepala keluarga masuk terlebih dahulu ke dalam rumah, diikuti oleh Jarrel di belakangnya.

Hisyam sudah masuk ke dalam kamarnya namun Jarrel masih berdiri di depan pintu yang sudah tertutup.

Matanya menatap kagum iterior rumah yang akan ia tempati ke depannya, sangat luas dan nyaman.

Jarrel terus menatap seisi rumah dengan mata berbinar sampai ia tak sadar jika Segara masih ada disana, menatapnya dengan tatapan datar.

“eh? ega kok masih disini?”

Tidak ada jawaban dari pria yang lebih muda 5 tahun darinya itu. Segara melangkah mendekat, setiap langkah yang diambilnya membuat Jarrel berjalan mundur, jantungnya berdegup lagi.

Wajah Segara semakin didekatkan, sampai deruan napas yang lebih muda membelai lembut wajahnya. Jarrel semakin kelabakan saat melihat pergerakan Segara yang mengulurkan tangan kanannya ke belakang pinggangnya. “e-ega?”

klek.

“eh?”

Segara menjauhkan wajahnya saat sudah mengunci pintu. “gue cuma mau ngunci pintu”

Jarrel bernafas lega, ia kira Segara akan melakukan sesuatu padanya.


Jarrel duduk pada pinggiran tempat tidur, ia terlihat canggung mengingat beberapa waktu lalu Hisyam mengucapkan janji sucinya. Pikirannya juga tertuju pada kejadian tadi, kejadian dimana Segara menatap matanya dari jarak dekat.

Terlalu larut dengan pikirannya sendiri, sampai tidak sadar jika Hisyam sudah duduk di sebelahnya.

“capek banget ya?”

“eh?! kaget aku mas”

“ngelamunin apa hm?”

“enggak ada hehe, mas udah beres mandi?”

“iya nih, kamu mau mandi juga?” tanya Hisyam, Jarrel menggeleng.

“dingin”

Hisyam tersenyum, tangannya terangkat untuk mengelus surai lembut suaminya. Jarrel menikmati elusan yang diberikan dari pria yang lebih tua itu sampai tak sadar jika wajah Hisyam semakin mendekat, sampai deruan napas hangat sang dominan membelai lembut wajahnya.

Kedua manik mata mereka bertemu, Jarrel berkedip pelan hingga Hisyam bisa lihat bagaimana bulu mata lentik itu membingkai mata indahnya.

Napas Jarrel tercekat dan detik itu juga jantungnya berdetak kencang saat tangan Hisyam mengusap lembut bibir bawahnya dan berkata. “boleh?”

Jarrel tak menjawab, merasa bingung. Di satu sisi ia harus melakukannya namun di satu sisi ia belum siap.

Hisyam tersenyum lembut, ia paham apa yang ada di pikiran Jarrel saat ini. Perlahan Hisyam menjauhkan wajahnya lalu mengelus pelan pipi si manis.

“kalo kamu belum siap gapapa, mas bakal tunggu sampe kamu siap”

“maaf mas”

“gapapa sayang, sekarang tidur ya? tadi katanya capek”

“iya”

Jarrel jadi merasa bersalah karena tidak melakukan ritual malam pertamanya.

anak kesayangan.


Hari ini Ilene tidak bergerak sedikit pun, dari semalam hingga hari ini Ilene masih setia dalam posisinya. Duduk di samping ranjang Eksel, menggenggam erat tangan anak angkatnya yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

“mama”

“iya sayang?”

“mama makan dulu”

“mama udah makan sayang”

“bohong, acel tau mama belum makan. makan dulu ya ma, kasian dedek bayinya”

“tapi mama gak mau lepasin tangan acel” ucap Ilene.

“makan dulu ma sebentar, acel gak akan kemana-mana kok”

Dengan berat hati Ilene melepaskan genggamannya, berjalan menuju meja untuk mengambil makanannya yang sudah dingin.

Eksel memperhatikan Ilene, memastikan agar mama sambungnya itu makan dengan baik.

Tersenyum senang saat Ilene menghabiskan makanannya, tak ada yang perlu ia khawatirkan lagi sekarang.

“mama udah selesai makan, mama boleh genggam tangan acel lagi?” Eksel mengangguk sebagai jawaban.

“acel kok gak ngomong lagi?”

“lemes”

“mama gak ikhlas ah kalo acel pergi ninggalin mama”

“kenapa?”

“mama gak mau kehilangan acel”

Eksel hanya tersenyum, tidak membalas ucapan yang baru saja dilontarkan oleh mama sambungnya.

“acel gak boleh pergi”

“ma, bakal ada waktunya acel pergi. lagian kan sekarang udah ada dedek bayi, jadi mama harus bisa ikhlasin acel ya?”

Ilene menangis dalam diam, ia sangat menyayangi Eksel seperti anak kandung sendiri. Tidak ikhlas jika harus kehilangan Eksel namun ia pun tidak tega jika melihat Eksel kesakitan.

“acel mau apa? mau ketemu temen-temen?”

“acel mau ketemu dokter”

“mama panggilin ya”

“tapi setelah dokternya dateng, mama keluar ya?” Ilene terdiam sesaat, setelah itu ia mengangguk.

“tapi sebelum mama keluar, mama boleh cium kamu?”

“boleh dong”

Ilene mengelus surai lembut milik Eksel, air matanya mengalir dari ujung matanya. Wanita cantik yang kerap disapa Ilene itu mencium kening anak kesayangannya dengan sangat lama. Memberi isyarat kepada Eksel bahwa ia sangat menyayanginya.

“mama sayang eksel, sayang banget”

“eksel juga sayang mama”

Ilene menunggu di luar, didampingi oleh Surya yang setia mengelus punggung istrinya.

Vivi, Jeandra dan Seno datang bertepatan dengan keluarnya dokter dari kamar rawat Eksel.

Ilene terjatuh seketika saat menderngar ucapan sang dokter.

“Pukul 15.36 pasien bernama Eksel Keenandra telah menghembuskan nafas terakhirnya”

Hari itu, Eksel telah berpulang setelah Ilene sudah berusaha untuk mengikhlaskan kepergiannya.

Vivi, Jeandra dan Seno terdiam. Sangat terkejut akan informasi yang baru saja mereka dengar.

“ini gak mungkin dok, anak saya cuma punya GERD dan GERD tidak mematikan” ucap Surya.

“memang benar begitu, namun bukan hanya GERD saja yang ia derita pak. Pasien juga memiliki sakit jantung”

“apa?!” Surya sangat terkejut mendengarnya, ia bahkan tidak tahu bahwa anaknya juga sakit jantung.

“saya turut berduka pak”

Mereka tidak menyangka jika Eksel akan pergi secepat ini.

Vivi baru saja akan memberitahu tentang kebusukan Anya yang sudah terbongkar, namun terlambat. Eksel sudah pergi.

Pergi ke tempat yang sangat jauh, tempat dimana orang tua kandungnya berada.

Ekselnya sudah berada di surga.

you still have me. cw//kissing.


Jalanan malam ini terlihat sedikit sepi, kendaraan yang berpapasan dengan mobil Elvano pun tak seberapa. Hening menyelimuti mereka.

Eksel memandang keluar, menatap jalanan di malam hari yang dihiasi oleh lampu-lampu kota. Elvano selalu melirik ke arah Eksel yang terlihat sedang tidak baik-baik saja.

Mesin mobil mati dan dilihat sekeliling luaran mereka yang begitu remang karena pencahayaan lampu yang sedikit memadai. Eksel menatap Elvano dengan heran akan maksud dari berhentinya mereka.

“aku liat kamu lagi gak baik-baik aja, masih kepikiran yang tadi ya? Kamu mau aku hajar Anya aja?” tanyanya pelan pada Eksel yang sejak tadi berdiam sembari menyalakan lampu kursi depan mobil.

“gapapa el, gak usah ya. masa cowok ngehajar cewek”

“dia udah kelewatan cel, gak sepantesnya dia kayak gitu”

“biar aku yang urus sendiri ya el, aku gak mau Anya makin benci sama aku garagara kamu sering marahin dia”

“emang kenapa? Anya tuh kalo didiemin malah makin menjadi loh nantinya”

“astaga el bawel banget sih, gapapa”

“kalo acel gapapa, kenapa daritadi diem aja?” tanya Elvano.

“acel lagi gak enak badan aja”

“bohong, kamu kayak lagi banyak pikiran”

“aku cuma takut, orang orang jauhin aku garagara aku anak pungut. aku takut gak punya temen lagi” ucapnya pelan.

“jangan terlalu dipikirin cel, apalagi sampe membenarkan kalo kamu itu anak pungut. keterlaluan banget mereka yang ngatain kamu kayak gitu. tante Ilene sama om Surya tulus ngerawat kamu sayang, kamu udah mereka anggap kayak anak kandung sendiri. jangan punya pikiran gitu lagi ya, aku sedih dengernya”

Eksel terdiam, ini pertama kalinya ia mendengar Elvano berbicara sepanjang itu.

Elvano meraih kedua tangan Eksel untuk ia genggam, kedua manik mata mereka bertemu. Elvano bisa melihat mata Eksel yang mulai berkaca-kaca.

“acel, kalo pun semua orang jauhin kamu dan gak mau jadi temen kamu lagi. don't worry, you still have me

Elvano berusaha untuk menenangkan Eksel, namun pria yang lebih kecil darinya ini semakin terlihat gelisah.

“apa lagi yang kamu takutin?”

Eksel menggeleng. “jangan tinggalin aku ya el”

Elvano mengangguk, sulit mengalihkan pandangannya dari eksistensi kekasihnya di depan sana. Terlampau indah, bahkan untuk berkedip pun ia enggan, takut objek yang sedang ia pandangi akan hilang begitu saja.

Elvano mendekat, menipiskan jarak diantara keduanya sampai deruan napas si manis membelai lembut wajahnya.

Elvano pun memindahkan tangannya ke tengkuk Eksel, dan menariknya lebih dekat. Ia sapukan bibirnya ke bibir kekasihnya, sebuah kecupan lembut saling menyapa.

Eksel sangat menyukai ini, Eksel menyukai saat dimana Elvano mencium bibirnya. Ia bisa merasakan ketulusan hati dari pria yang lebih tinggi darinya itu.

Elvano tersenyum disela-sela ciumannya, menarik kekasihnya agar lebih dekat lagi, membawanya untuk semakin jauh berada dalam kehangatan rongga mulut masing-masing.

Keduanya terlihat sangat menikmati pergumulan itu, bibir yang saling melumat, lidah yang saling melilit. Ada rasa takut kehilangan dari keduanya membuat hisapan yang mereka berikan terlihat begitu sangat kacau.

Entah apa yang ada di pikiran Eksel saat ini. Karena detik selanjutnya ia menarik rambut Elvano agar dirinya semakin mudah untuk mencumbu bibir kekasih tampannya itu.

Elvano tersadar jika ciumannya saat ini semakin tak karuan. ia merasakan pergerakan Eksel yang sangat berantakan, kepalanya bergerak kekanan dan kekiri mencari sisi lain dari bibir Elvano.

Eksel berharap semua pemikiran buruk yang ada di dalam kepalanya menghilang, berharap kalau ciuman ini bisa menyembuhkan luka yang terlalu lama dipendam.

Keduanya terengah saat Elvano akhirnya melepaskan tautan mereka, dahi masih saling menempel.

“hey, calm down” bisik Elvano.

“maaf” lirihan Eksel, matanya memejam saat merasakan bagaimana jemari Elvano mengusap pipinya pelan, membuatnya sedikit lebih tenang.

“aku udah bilang kan tadi, aku gak akan tinggalin kamu. acel, aku sayang banget sama kamu”

“janji ya?”

“huh?”

“janji jangan tinggalin aku, kamu harus selalu ada di sisi aku walaupun semua orang pergi ninggalin aku” Elvano tersenyum saat mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh kekasih mungilnya itu.

“janji sayang”

Eksel bisa bernafas lega sekarang, Elvano sudah berjanji tidak akan meninggalkannya. Jadi tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi bukan?

you still have me. cw//kissing.


Jalanan malam ini terlihat sedikit sepi, kendaraan yang berpapasan dengan mobil Elvano pun tak seberapa. Hening menyelimuti mereka.

Eksel memandang keluar, menatap jalanan di malam hari yang dihiasi oleh lampu-lampu kota. Elvano selalu melirik ke arah Eksel yang terlihat sedang tidak baik-baik saja.

Mesin mobil mati dan dilihat sekeliling luaran mereka yang begitu remang karena pencahayaan lampu yang sedikit memadai. Eksel menatap Elvano dengan heran akan maksud dari berhentinya mereka.

“aku liat kamu lagi gak baik-baik aja, masih kepikiran yang tadi ya? Kamu mau aku hajar Anya aja?” tanyanya pelan pada Eksel yang sejak tadi berdiam sembari menyalakan lampu kursi depan mobil.

“gapapa el, gak usah ya. masa cowok ngehajar cewek”

“dia udah kelewatan cel, gak sepantesnya dia kayak gitu”

“biar aku yang urus sendiri ya el, aku gak mau Anya makin benci sama aku garagara kamu sering marahin dia”

“emang kenapa? Anya tuh kalo didiemin malah makin menjadi loh nantinya”

“astaga el bawel banget sih, gapapa”

“kalo acel gapapa, kenapa daritadi diem aja?” tanya Elvano.

“acel lagi gak enak badan aja”

“bohong, kamu kayak lagi banyak pikiran”

“aku cuma takut, orang orang jauhin aku garagara aku anak pungut. aku takut gak punya temen lagi” ucapnya pelan.

“jangan terlalu dipikirin cel, apalagi sampe membenarkan kalo kamu itu anak pungut. keterlaluan banget mereka yang ngatain kamu kayak gitu. tante Ilene sama om Surya tulus ngerawat kamu sayang, kamu udah mereka anggap kayak anak kandung sendiri. jangan punya pikiran gitu lagi ya, aku sedih dengernya”

Eksel terdiam, ini pertama kalinya ia mendengar Elvano berbicara sepanjang itu.

Elvano meraih kedua tangan Eksel untuk ia genggam, kedua manik mata mereka bertemu. Elvano bisa melihat mata Eksel yang mulai berkaca-kaca.

“acel, kalo pun semua orang jauhin kamu dan gak mau jadi temen kamu lagi. don't worry, you still have me

Elvano berusaha untuk menenangkan Eksel, namun pria yang lebih kecil darinya ini semakin terlihat gelisah.

“apa lagi yang kamu takutin?”

Eksel menggeleng. “jangan tinggalin aku ya el”

Elvano mengangguk, sulit mengalihkan pandangannya dari eksistensi kekasihnya di depan sana. Terlampau indah, bahkan untuk berkedip pun ia enggan, takut objek yang sedang ia pandangi akan hilang begitu saja.

Elvano mendekat, menipiskan jarak diantara keduanya sampai deruan napas si manis membelai lembut wajahnya.

Elvano pun memindahkan tangannya ke tengkuk Eksel, dan menariknya lebih dekat. Ia sapukan bibirnya ke bibir kekasihnya, sebuah kecupan lembut saling menyapa.

Eksel sangat menyukai ini, Eksel menyukai saat dimana Elvano mencium bibirnya. Ia bisa merasakan ketulusan hati dari pria yang lebih tinggi darinya itu.

Elvano tersenyum disela-sela ciumannya, menarik kekasihnya agar lebih dekat lagi, membawanya untuk semakin jauh berada dalam kehangatan rongga mulut masing-masing.

Keduanya terlihat sangat menikmati pergumulan itu, bibir yang saling melumat, lidah yang saling melilit. Ada rasa takut kehilangan dari keduanya membuat hisapan yang mereka berikan terlihat begitu sangat kacau.

Entah apa yang ada di pikiran Eksel saat ini. Karena detik selanjutnya ia menarik rambut Elvano agar dirinya semakin mudah untuk mencumbu bibir kekasih tampannya itu.

Elvano tersadar jika ciumannya saat ini semakin tak karuan. Eksel benar-benar sudah gila. Kepalanya ia goyangkan kekanan dan kekiri, mencari sisi lain dari bibir Elvano yang belum ia cicipi.

Eksel berharap semua pemikiran buruk yang ada di dalam kepalanya menghilang, berharap kalau ciuman ini bisa menyembuhkan luka yang terlalu lama dipendam.

Keduanya terengah saat Elvano akhirnya melepaskan tautan mereka, dahi masih saling menempel.

“hey, calm down” bisik Elvano.

“maaf” lirihan Eksel, matanya memejam saat merasakan bagaimana jemari Elvano mengusap pipinya pelan, membuatnya sedikit lebih tenang.

“aku udah bilang kan tadi, aku gak akan tinggalin kamu. acel, aku sayang banget sama kamu”

“janji ya?”

“huh?”

“janji jangan tinggalin aku, kamu harus selalu ada di sisi aku walaupun semua orang pergi ninggalin aku” Elvano tersenyum saat mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh kekasih mungilnya itu.

“janji sayang”

Eksel bisa bernafas lega sekarang, Elvano sudah berjanji tidak akan meninggalkannya. Jadi tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi bukan?

you still have me. cw//kissing.


Jalanan malam ini terlihat sedikit sepi, kendaraan yang berpapasan dengan mobil Elvano pun tak seberapa. Hening menyelimuti mereka.

Eksel memandang keluar, menatap jalanan di malam hari yang dihiasi oleh lampu-lampu kota. Elvano selalu melirik ke arah Eksel yang terlihat sedang tidak baik-baik saja.

Mesin mobil mati dan dilihat sekeliling luaran mereka yang begitu remang karena pencahayaan lampu sedikit memadai. Eksel menatap Elvano dengan heran akan maksud dari berhentinya mereka.

“aku liat kamu lagi gak baik-baik aja, masih kepikiran yang tadi ya? Kamu mau aku hajar Anya aja?” tanyanya pelan pada Eksel yang sejak tadi berdiam sembari menyalakan lampu kursi depan mobil.

“gapapa el, gak usah ya. masa cowok ngehajar cewek”

“dia udah kelewatan cel, gak sepantesnya dia kayak gitu”

“biar aku yang urus sendiri ya el, aku gak mau Anya makin benci sama aku garagara kamu sering marahin dia”

“emang kenapa? Anya tuh kalo didiemin malah makin menjadi loh nantinya”

“astaga el bawel banget sih, gapapa”

“kalo acel gapapa, kenapa daritadi diem aja?” tanya Elvano.

“acel lagi gak enak badan aja”

“bohong, kamu kayak lagi banyak pikiran”

“aku cuma takut, orang orang jauhin aku garagara aku anak pungut. aku takut gak punya temen lagi” ucapnya pelan.

“jangan terlalu dipikirin cel, apalagi sampe membenarkan kalo kamu itu anak pungut. keterlaluan banget mereka yang ngatain kamu kayak gitu. tante Ilene sama om Surya tulus ngerawat kamu sayang, kamu udah mereka anggap kayak anak kandung sendiri. jangan punya pikiran gitu lagi ya, aku sedih dengernya”

Eksel terdiam, ini pertama kalinya ia mendengar Elvano berbicara sepanjang itu.

Elvano meraih kedua tangan Eksel untuk ia genggam, kedua manik mata mereka bertemu. Elvano bisa melihat mata Eksel yang mulai berkaca-kaca.

“acel, kalo pun semua orang jauhin kamu dan gak mau jadi temen kamu lagi. don't worry, you still have me

Elvano berusaha untuk menenangkan Eksel, namun pria yang lebih kecil darinya ini semakin terlihat gelisah.

“apa lagi yang kamu takutin?”

Eksel menggeleng. “jangan tinggalin aku ya el”

Elvano mengangguk, sulit mengalihkan pandangannya dari eksistensi kekasihnya di depan sana. Terlampau indah, bahkan untuk berkedip pun ia enggan, takut objek yang sedang ia pandangi akan hilang begitu saja.

Elvano mendekat, menipiskan jarak diantara keduanya sampai deruan napas si manis membelai lembut wajahnya.

Elvano pun memindahkan tangannya ke tengkuk Eksel, dan menariknya lebih dekat. Ia sapukan bibirnya ke bibir kekasihnya, sebuah kecupan lembut saling menyapa.

Eksel sangat menyukai ini, Eksel menyukai saat dimana Elvano mencium bibirnya. Ia bisa merasakan ketulusan hati dari pria yang lebih tinggi darinya itu.

Elvano tersenyum disela-sela ciumannya, menarik kekasihnya agar lebih dekat lagi, membawanya untuk semakin jauh berada dalam kehangatan rongga mulut masing-masing.

Keduanya terlihat sangat menikmati pergumulan itu, bibir yang saling melumat, lidah yang saling melilit. Ada rasa takut kehilangan dari keduanya membuat hisapan yang mereka berikan terlihat begitu sangat kacau.

Entah apa yang ada di pikiran Eksel saat ini. Karena detik selanjutnya ia menarik rambut Elvano agar dirinya semakin mudah untuk mencumbu bibir kekasih tampannya itu.

Elvano tersadar jika ciumannya saat ini semakin tak karuan. Eksel benar-benar sudah gila. Kepalanya ia goyangkan kekanan dan kekiri, mencari sisi lain dari bibir Elvano yang belum ia cicipi.

Eksel berharap semua pemikiran buruk yang ada di dalam kepalanya menghilang, berharap kalau ciuman ini bisa menyembuhkan luka yang terlalu lama dipendam.

Keduanya terengah saat Elvano akhirnya melepaskan tautan mereka, dahi masih saling menempel.

“hey, calm down” bisik Elvano.

“maaf” lirihan Eksel, matanya memejam saat merasakan bagaimana jemari Elvano mengusap pipinya pelan, membuatnya sedikit lebih tenang.

“aku udah bilang kan tadi, aku gak akan tinggalin kamu. acel, aku sayang banget sama kamu”

“janji ya?”

“huh?”

“janji jangan tinggalin aku, kamu harus selalu ada di sisi aku walaupun semua orang pergi ninggalin aku” Elvano tersenyum saat mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh kekasih mungilnya itu.

“janji sayang”

Eksel bisa bernafas lega sekarang, Elvano sudah berjanji tidak akan meninggalkannya. Jadi tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi bukan?

official.


Elvano masuk perlahan ke dalam rumah Eksel, matanya melirik sekitar ntah mencari apa.

“maaf ya kalo rumahnya gak sebesar rumah kamu”

“enggak kok. rumahnya nyaman banget, wangi lagi”

“duduk dulu, mau aku bikinin minum”

Saat Eksel akan melangkah, Elvano menahan tangannya. “gak usah, duduk aja”

Eksel mengangguk, ia lantas mendudukan dirinya di samping Elvano.

“obat yang kamu bawa tadi, obat apa?”

“bukan obat apa-apa kok, cuma obat maag biasa”

“nanti aku ganti”

“gak usah, aku masih punya banyak”

“bohong”

“beneran, tadi aku ke sekolah cuma bawa 2 tablet doang. sisanya di kamar” ucap Eksel dengan jujur.

“harus aku apain si Haikal?” tanya Elvano dengan nada rendah.

“gak usah diapa-apain, Haikal udah dipukulin tadi sama Zidan di kelas”

Hening, tidak ada obrolan lagi disana. Dengan sangat tiba-tiba, Elvano mengulurkan tangannya, merapihkan rambut Eksel yang sedikit menutupi matanya.

“orang tua kamu pada kemana?”

“kerja”

“dua duanya?”

“iya”

“oh”

“kenapa emangnya?”

“gapapa pengen aja nanya kayak gitu”

Kedua manik mata mereka bertemu, Eksel berkedip pelan hingga Elvano bisa lihat bagaimana bulu mata lentik itu membingkai mata indahnya.

“cantik”

“huh?”

“acel cantik”

“acel kan laki-laki, acel ganteng tau. lebih ganteng dari el”

Elvano tersenyum mendengar ucapan Eksel barusan, seperti anak kecil.

Jantung Eksel berdetak kencang saat melihat senyum Elvano. Jika tersenyum wajah pria tinggi itu terlihat sangat tampan.

“acel”

“iya?”

“elvano sayang eksel”

Eksel terkejut, ia tidak menyangka jika Elvano benar-benar akan mengatakan itu di depan matanya.

Ia kira selama ini Elvano hanya berani mengungkapkan perasaannya lewat chat.

“maaf kalo selama ini aku sering bully kamu, aku sadar aku salah. aku sayang kamu dari pas pertama kali kamu masuk sekolah”

“tapi waktu pertama kali aku masuk sekolah, kamu sama temen-temen kamu itu pada lemparin aku pake sampah”

“maaf”

“maaf terus”

“aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu. kalo acel gimana?”

Eksel bimbang. Sebenarnya ia juga menyukai Elvano, namun otaknya terus-terusan memutar kejadian saat Elvano membullynya.

“acel?”

“iya”

“iya apa?”

“acel juga suka sama elvano”

Elvano tak bisa menahan senyumannya, ia sangat senang karena Eksel membalas perasaannya.

“acel mau jadi pacar el?”

“tapi ada syaratnya”

“apa syaratnya?”

“jangan bully aku lagi”

“iya sayang”

“beneran?”

“iya, abis ini el bakal bilang ke temen-temen buat gak bully kamu lagi”

“makasih”

“jadi sekarang kita udah resmi jadi pacar?” tanya Elvano, Eksel mengangguk.

“boleh peluk gak?”

“gak boleh, sebentar lagi mamaku pulang”

“yaudah nanti aja peluknya pas di sekolah”

“heh?!”

Begitulah percakapan pertama mereka yang sudah menjadi sepasang kekasih.

kupu-kupu.


Mata Hazel menangkap sosok Hilmy yang sedang berdiri di depan gerbang, senyum Hilmy terukir sempurna ketika melihat sosok Hazel berjalan pelan kearahnya.

Tanpa menunggu persetujuannya, Hilmy segera menarik Hazel ke dalam pelukannya. “selamat ya ranking satu” ucap Hilmy.

“makasih kak”

“ayo pulang”

Hilmy membukakan pintu mobilnya untuk Hazel. “silahkan pangeran”

Hazel tersenyum malu mendengarnya, hari ini Hilmy bersikap manis sekali padanya.

Tidak ada obrolan di perjalanan pulang karena keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sampai rumah pun, mereka tetap diam tidak mengeluarkan suara apapun di dalam mobil hingga akhirnya Hilmy mulai berkata. “hilmy sayang hazel”

“huh?”

Hazel dibuat kaget, Hilmy tiba-tiba mengatakan sayang padanya tanpa aba-aba terlebih dahulu.

“maaf hilmy baru bisa ngungkapin sekarang, tapi hilmy udah nyadar tentang perasaan hilmy dari jauh-jauh hari”

Hilmy meraih kedua tangan Hazel untuk ia genggam, kedua manik mata mereka bertemu. Hilmy bisa melihat mata Hazel yang mulai berkaca-kaca.

“hilmy sayang hazel, hazel sayang hilmy juga kan?”

Hazel mengangguk. “dari awal, hazel sayang sama kak hilmy. gak ada yang berkurang satu pun rasa sayang hazel ke kak hilmy”

Hilmy tersenyum mendengar itu, ibu jarinya mengelus pelan punggung tangan Hazel.

“i love you, hazel”

“i love you too, kak hilmy”

“kalo gitu hazel mau gak-” ucapan Hilmy terputus saat melihat raga Hazel yang terlihat seperti hologram.

Hilmy mengerjapkan matanya, ia mungkin salah lihat.

“kak hilmy gak salah liat kok, ajel sebentar lagi bakal hilang kak”

Hilmy mengernyit bingung. “hilang apa? ajel ngomong apa sih?”

“kak hilmy, makasih udah mau ngungkapin perasaan kak hilmy sekarang, makasih juga udah bales perasaan ajel. sekarang tugas ajel disini udah selesai kak, ajel harus pulang ke alastrine”

Tubuh Hilmy menegang seketika, ia sangat berharap yang didengar barusan itu salah. Ia pasti salah dengar.

“jangan bercanda hazel, alastrine itu gak ada”

“kak hilmy, tujuan ajel kesini itu buat liat kak hilmy lagi. ajel kangen sama sosok kak hilmy makanya ajel kesini, ajel salah karena udah bikin kak hilmy jatuh cinta sama ajel. harusnya ajel gak lakuin itu”

“kenapa?”

“karena ajel baru tau, kalo kak hilmy udah mulai jatuh cinta ke ajel berarti ajel bakal hilang dari sini”

“gak mungkin, hilmy udah buka hati buat ajel dan jatuh cinta sama ajel harusnya ajel selamanya disini dong? kok malah balik ke alastrine sih tega banget”

“karena waktu itu, permintaan ajel cuma mau ketemu sama kak hilmy, ayah jamal dan papah dimas. ajel cuma minta ketemu aja, gak minta selamanya buat tetap tinggal disini”

Ini konyol, namun Hilmy menangis di hadapan Hazel. Ia tidak ingin percaya jika Hazel akan meninggalkan namun lihat sekarang, Hazel yang berada di hadapannya benar-benar terlihat semu.

Hazelnya benar-benar akan menghilang.

“kak hilmy, makasih buat waktunya selama ini. ajel seneng bisa kenal sama kak hilmy, ajel harap kak hilmy bahagia setelah nemuin seseorang yang tepat buat jadi pemilik hatinya kak hilmy”

Tangan Hilmy menggenggam erat kedua tangan Hazel. Memohon kepada Hazel agar ia tak meninggalkannya. Bertanya berkali-kali apa yang harus Hilmy lakukan, terus memohon agar Hazel tetap berada di sisinya.

Hazel tidak bisa bersuara lagi, ia sudah tidak punya kesempatan untuk berbicara.

Yang ia tunggu sekarang hanyalah kepergiannya, pergi dari sini dan kembali ke Alastrine.

Menjalani hidupnya di Alastrine, sendirian. Tanpa ada seorang pun yang menemaninya disana.

Hazel menatap Hilmy yang makin lama tangisnya semakin kencang, air matanya mengalir deras dari matanya.

Ini pertama kalinya Hazel melihat Hilmy menangis seperti itu, rasanya sangat sakit untuk melepas manusia sebaik Hilmy.

Namun Hazel harus ikhlas, dunia ini bukan dunianya. Hazel mau tak mau harus kembali ke Alastrine.

Dari matanya, Hilmy bisa melihat Hazel tersenyum manis padanya. Perlahan-lahan raganya mulai menghilang.

Hilmy terus meraung memohon agar Hazel tak meninggalkan, namun sia-sia. Karena sekarang yang ia lihat adalah seekor kupu-kupu berwarna biru muda sedang terbang kesana kemari di dalam mobilnya.

Tidak ada sosok Hazel lagi disana.

Hazelnya sudah pergi.

kupu-kupu


Mata Hazel menangkap sosok Hilmy yang sedang berdiri di depan gerbang, senyum Hilmy terukir sempurna ketika melihat sosok Hazel berjalan pelan kearahnya.

Tanpa menunggu persetujuannya, Hilmy segera menarik Hazel ke dalam pelukannya. “selamat ya ranking satu” ucap Hilmy.

“makasih kak”

“ayo pulang”

Hilmy membukakan pintu mobilnya untuk Hazel. “silahkan pangeran”

Hazel tersenyum malu mendengarnya, hari ini Hilmy bersikap manis sekali padanya.

Tidak ada obrolan di perjalanan pulang karena keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sampai rumah pun, mereka tetap diam tidak mengeluarkan suara apapun di dalam mobil hingga akhirnya Hilmy mulai berkata. “hilmy sayang hazel”

“huh?”

Hazel dibuat kaget, Hilmy tiba-tiba mengatakan sayang padanya tanpa aba-aba terlebih dahulu.

“maaf hilmy baru bisa ngungkapin sekarang, tapi hilmy udah nyadar tentang perasaan hilmy dari jauh-jauh hari”

Hilmy meraih kedua tangan Hazel untuk ia genggam, kedua manik mata mereka bertemu. Hilmy bisa melihat mata Hazel yang mulai berkaca-kaca.

“hilmy sayang hazel, hazel sayang hilmy juga kan?”

Hazel mengangguk. “dari awal, hazel sayang sama kak hilmy. gak ada yang berkurang satu pun rasa sayang hazel ke kak hilmy”

Hilmy tersenyum mendengar itu, ibu jarinya mengelus pelan punggung tangan Hazel.

“i love you, hazel”

“i love you too, kak hilmy”

“kalo gitu hazel mau gak-” ucapan Hilmy terputus saat melihat raga Hazel yang terlihat seperti hologram.

Hilmy mengerjapkan matanya, ia mungkin salah lihat.

“kak hilmy gak salah liat kok, ajel sebentar lagi bakal hilang kak”

Hilmy mengernyit bingung. “hilang apa? ajel ngomong apa sih?”

“kak hilmy, makasih udah mau ngungkapin perasaan kak hilmy sekarang, makasih juga udah bales perasaan ajel. sekarang tugas ajel disini udah selesai kak, ajel harus pulang ke alastrine”

Tubuh Hilmy menegang seketika, ia sangat berharap yang didengar barusan itu salah. Ia pasti salah dengar.

“jangan bercanda hazel, alastrine itu gak ada”

“kak hilmy, tujuan ajel kesini itu buat liat kak hilmy lagi. ajel kangen sama sosok kak hilmy makanya ajel kesini, ajel salah karena udah bikin kak hilmy jatuh cinta sama ajel. harusnya ajel gak lakuin itu”

“kenapa?”

“karena ajel baru tau, kalo kak hilmy udah mulai jatuh cinta ke ajel berarti ajel bakal hilang dari sini”

“gak mungkin, hilmy udah buka hati buat ajel dan jatuh cinta sama ajel harusnya ajel selamanya disini dong? kok malah balik ke alastrine sih tega banget”

“karena waktu itu, permintaan ajel cuma mau ketemu sama kak hilmy, ayah jamal dan papah dimas. ajel cuma minta ketemu aja, gak minta selamanya buat tetap tinggal disini”

Ini konyol, namun Hilmy menangis di hadapan Hazel. Ia tidak ingin percaya jika Hazel akan meninggalkan namun lihat sekarang, Hazel yang berada di hadapannya benar-benar terlihat semu.

Hazelnya benar-benar akan menghilang.

“kak hilmy, makasih buat waktunya selama ini. ajel seneng bisa kenal sama kak hilmy, ajel harap kak hilmy bahagia setelah nemuin seseorang yang tepat buat jadi pemilik hatinya kak hilmy”

Tangan Hilmy menggenggam erat kedua tangan Hazel. Memohon kepada Hazel agar ia tak meninggalkannya. Bertanya berkali-kali apa yang harus Hilmy lakukan, terus memohon agar Hazel tetap berada di sisinya.

Hazel tidak bisa bersuara lagi, ia sudah tidak punya kesempatan untuk berbicara.

Yang ia tunggu sekarang hanyalah kepergiannya, pergi dari sini dan kembali ke Alastrine.

Menjalani hidupnya di Alastrine, sendirian. Tanpa ada seorang pun yang menemaninya disana.

Hazel menatap Hilmy yang makin lama tangisnya semakin kencang, air matanya mengalir deras dari matanya.

Ini pertama kalinya Hazel melihat Hilmy menangis seperti itu, rasanya sangat sakit untuk melepas manusia sebaik Hilmy.

Namun Hazel harus ikhlas, dunia ini bukan dunianya. Hazel mau tak mau harus kembali ke Alastrine.

Dari matanya, Hilmy bisa melihat Hazel tersenyum manis padanya. Perlahan-lahan raganya mulai menghilang.

Hilmy terus meraung memohon agar Hazel tak meninggalkan, namun sia-sia. Karena sekarang yang ia lihat adalah seekor kupu-kupu berwarna biru muda sedang terbang kesana kemari di dalam mobilnya.

Tidak ada sosok Hazel lagi disana.

Hazelnya sudah pergi.

kebongkar.


Sheren menendang pintu rumah Vianca dengan keras, emosinya sudah menggebu-gebu.

“vianca, keluar lo!”

“vianca, keluar!”

“vianca! takut lo sama gue? haha cemen banget”

“lo kalo berani nikung gue harus berani nunjukin muka dong”

“apaan sih gak sopan banget, rumah orang nih”

Sheren menarik rambut Vianca dengan gerakan yang sangat cepat, membuat Vianca mendongak ke atas.

“a-aw sakit”

“lo ngapain sama hilmy bangsat? dia kan mantan gue”

“kak hilmy yang deketin aku duluan, katanya dia suka sama aku”

“hahaha halu banget lo bocah, hilmy mana demen bocah ingusan kayak lo”

“teteh kalo gak percaya bisa liat isi chat aku sama kak hilmy”

Sheren melonggarkan tarikannya pada rambut wanita yang lebih muda darinya, tangannya mengambil hp Vianca dengan kasar.

Mata Sheren membola saat membaca semua pesan yang Hilmy kirim pada Vianca, ternyata benar Hilmy lah yang mendekati Vianca duluan.

“kaaan, gak percayaan sih jadi orang”

“jauhin hilmy”

“gak mau, kak hilmy ganteng lumayan buat dijadiin pacar”

“lo kan suka sama si satria anjir kenapa jadi mau sama hilmy?!”

“satria aja nolak aku, ngapain harus aku perjuangin? udah ada kak hilmy yang suka sama aku, sia-sia banget deh aku perjuangin satria”

“gue kira musuh gue selama ini tuh si hazel, ternyata elo. sumpah lo licik banget” ucap Sheren membuat Vianca tertawa keras.

“kita samasama licik teh, cuma teh sheren tiap bertindak gak pake otak makanya ketauan mulu”

“anjing lo ya, gue nyuruh lo buat dorong hazel dari tangga malah lo yang jatoh. gak becus banget”

“awalnya sih aku nyesel karena jatoh dari tangga, tapi pas liat hazel dibenci orang-orang terutama satria, aku jadi bersyukur udah jatoh dari tangga”

“stress lo”

“ada keuntungan lain juga yang aku dapet dari tragedi jatoh dari tangga ini, kak hilmy. aku dapet kak hilmy”

“jauhin hilmy kalo gak mau rahasia purapura lumpuh lo gue sebar”

“hahahaha sebar aja teh, kayak punya bukti aja. lagian orang-orang udah simpati sama aku teh garagara aku lumpuh, mereka gak akan percaya sama teteh gitu aja”

“gue percaya” ucap Satria dari balik pintu mengejutkan keduanya.

“s-satria kamu sejak kapan ada disitu?”

Satria tidak menjawab, matanya melirik ke arah kaki Vianca yang terlihat baik-baik saja.

“jadi kamu cuma purapura lumpuh? kamu juga sebenernya mau dorong hazel dari tangga? jahat banget”

“enggak gitu satria, aku beneran gak bisa gerakin kaki aku tapi sekarang aku udah bisa berdiri lagi”

“aku kecewa sama kamu, vianca”

“satria, aku bisa jelasin”

Satria pergi meninggalkan Vianca yang sedang meraung-raung memanggil namanya. Sementara Sheren, ia tersenyum senang melihat Vianca yang langsung ketahuan begitu saja.

kebongkar.


Sheren menendang pintu rumah Vianca dengan keras, emosinya sudah menggebu-gebu.

“vianca, keluar lo!”

“vianca, keluar!”

“vianca! takut lo sama gue? haha cemen banget”

“lo kalo berani nikung gue harus berani nunjukin muka dong”

“apaan sih gak sopan banget, rumah orang nih”

Sheren menarik rambut Vianca dengan gerakan yang sangat cepat, membuat Vianca mendongak ke atas.

“a-aw sakit”

“lo ngapain sama hilmy bangsat? dia kan mantan gue”

“kak hilmy yang deketin aku duluan, katanya dia suka sama aku”

“hahaha halu banget lo bocah, hilmy mana demen bocah ingusan kayak lo”

“teteh kalo gak percaya bisa liat isi chat aku sama kak hilmy”

Sheren melonggarkan tarikannya pada rambut wanita yang lebih muda darinya, tangannya mengambil hp Vianca dengan kasar.

Mata Sheren membola saat membaca semua pesan yang Hilmy kirim pada Vianca, ternyata benar Hilmy lah yang mendekati Vianca duluan.

“kaaan, gak percayaan sih jadi orang”

“jauhin hilmy”

“gak mau, kak hilmy ganteng lumayan buat dijadiin pacar”

“lo kan suka sama si satria anjir kenapa jadi mau sama hilmy?!”

“satria aja nolak aku, ngapain harus aku perjuangin? udah ada kak hilmy yang suka sama aku, sia-sia banget deh aku perjuangin satria”

“gue kira musuh gue selama ini tuh si hazel, ternyata elo. sumpah lo licik banget” ucap Sheren membuat Vianca tertawa keras.

“kita samasama licik teh, cuma teh sheren tiap bertindak gak pake otak makanya ketauan mulu”

“anjing lo ya, gue nyuruh lo buat dorong hazel dari tangga malah lo yang jatoh. gak becus banget”

“awalnya sih aku nyesel karena jatoh dari tangga, tapi pas liat hazel dibenci orang-orang terutama satria, aku jadi bersyukur udah jatoh dari tangga”

“stress lo”

“ada keuntungan lain juga yang aku dapet dari tragedi jatoh dari tangga ini, kak hilmy. aku dapet kak hilmy”

“jauhin hilmy kalo gak mau rahasia purapura lumpuh lo gue sebar”

“hahahaha sebar aja teh, kayak punya bukti aja. lagian orang-orang udah simpati sama aku teh garagara aku lumpuh, mereka gak akan percaya sama teteh gitu aja”

“gue percaya” ucap Satria dari balik pintu mengejutkan keduanya.

“s-satria kamu sejak kapan ada disitu?”

Satria tidak menjawab, matanya melirik ke arah kaki Vianca yang terlihat baik-baik saja.

“jadi kamu cuma purapura lumpuh? kamu juga sebenernya mau dorong hazel dari tangga? jahat banget”

“enggak gitu satria, aku beneran gak bisa gerakin kaki aku tapi sekarang aku udah bisa berdiri lagi”

“aku kecewa sama kamu, vianca”

“satria, aku bisa jelasin”

Satria pergi meninggalkan Vianca yang sedang meraung-raung memanggil namanya. Sementara Sheren, ia tersenyum senang melihat Vianca yang langsung ketahuan begitu saja.