anak kesayangan.


Hari ini Ilene tidak bergerak sedikit pun, dari semalam hingga hari ini Ilene masih setia dalam posisinya. Duduk di samping ranjang Eksel, menggenggam erat tangan anak angkatnya yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

“mama”

“iya sayang?”

“mama makan dulu”

“mama udah makan sayang”

“bohong, acel tau mama belum makan. makan dulu ya ma, kasian dedek bayinya”

“tapi mama gak mau lepasin tangan acel” ucap Ilene.

“makan dulu ma sebentar, acel gak akan kemana-mana kok”

Dengan berat hati Ilene melepaskan genggamannya, berjalan menuju meja untuk mengambil makanannya yang sudah dingin.

Eksel memperhatikan Ilene, memastikan agar mama sambungnya itu makan dengan baik.

Tersenyum senang saat Ilene menghabiskan makanannya, tak ada yang perlu ia khawatirkan lagi sekarang.

“mama udah selesai makan, mama boleh genggam tangan acel lagi?” Eksel mengangguk sebagai jawaban.

“acel kok gak ngomong lagi?”

“lemes”

“mama gak ikhlas ah kalo acel pergi ninggalin mama”

“kenapa?”

“mama gak mau kehilangan acel”

Eksel hanya tersenyum, tidak membalas ucapan yang baru saja dilontarkan oleh mama sambungnya.

“acel gak boleh pergi”

“ma, bakal ada waktunya acel pergi. lagian kan sekarang udah ada dedek bayi, jadi mama harus bisa ikhlasin acel ya?”

Ilene menangis dalam diam, ia sangat menyayangi Eksel seperti anak kandung sendiri. Tidak ikhlas jika harus kehilangan Eksel namun ia pun tidak tega jika melihat Eksel kesakitan.

“acel mau apa? mau ketemu temen-temen?”

“acel mau ketemu dokter”

“mama panggilin ya”

“tapi setelah dokternya dateng, mama keluar ya?” Ilene terdiam sesaat, setelah itu ia mengangguk.

“tapi sebelum mama keluar, mama boleh cium kamu?”

“boleh dong”

Ilene mengelus surai lembut milik Eksel, air matanya mengalir dari ujung matanya. Wanita cantik yang kerap disapa Ilene itu mencium kening anak kesayangannya dengan sangat lama. Memberi isyarat kepada Eksel bahwa ia sangat menyayanginya.

“mama sayang eksel, sayang banget”

“eksel juga sayang mama”

Ilene menunggu di luar, didampingi oleh Surya yang setia mengelus punggung istrinya.

Vivi, Jeandra dan Seno datang bertepatan dengan keluarnya dokter dari kamar rawat Eksel.

Ilene terjatuh seketika saat menderngar ucapan sang dokter.

“Pukul 15.36 pasien bernama Eksel Keenandra telah menghembuskan nafas terakhirnya”

Hari itu, Eksel telah berpulang setelah Ilene sudah berusaha untuk mengikhlaskan kepergiannya.

Vivi, Jeandra dan Seno terdiam. Sangat terkejut akan informasi yang baru saja mereka dengar.

“ini gak mungkin dok, anak saya cuma punya GERD dan GERD tidak mematikan” ucap Surya.

“memang benar begitu, namun bukan hanya GERD saja yang ia derita pak. Pasien juga memiliki sakit jantung”

“apa?!” Surya sangat terkejut mendengarnya, ia bahkan tidak tahu bahwa anaknya juga sakit jantung.

“saya turut berduka pak”

Mereka tidak menyangka jika Eksel akan pergi secepat ini.

Vivi baru saja akan memberitahu tentang kebusukan Anya yang sudah terbongkar, namun terlambat. Eksel sudah pergi.

Pergi ke tempat yang sangat jauh, tempat dimana orang tua kandungnya berada.

Ekselnya sudah berada di surga.