tidur.
Saat ini Segara sedang tertawa di kamarnya, menertawakan betapa lucunya tingkah papah tirinya itu.
tok tok tok.
Segara menghentikan tawanya saat mendengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang dari luar.
tok tok tok.
Kali ini ketukan pintu terdengar lebih keras, membuat Segara bangkit dari duduknya untuk melihat siapa pelaku penggedoran itu.
ceklek.
Belum sempat mengeluarkan sepatah kata pun, pria yang baru saja mengetuk pintu kamar Segara masuk begitu saja tanpa meminta izin terlebih dahulu.
“ngapain kesini?”
“mau tidur lah”
“tidur di kamar lo aja sana, ngapain tidur disini”
“gak mau, takut” ucap Jarrel yang sudah merebahkan dirinya di atas kasur milik Segara.
“dih siapa yang ngizinin lo buat tidur disini”
“ega bawel deh, aku ngantuk”
“ini kamar gue, lo keluar sana”
“gak mau, aku ngantuk. udah ya jangan ajak ngobrol aku lagi” ucap Jarrel sembari memejamkan matanya.
“terus gue tidur dimana?”
“di kamar aku aja sana”
“yaudah dadah lo disini sendiri. disini tuh ya kadang lampunya suka mati sendiri, hati hati aja deh-” ucapan Segara terputus saat tiba-tiba saja Jarrel sudah memeluk tubuhnya dari belakang.
“ega disini aja”
“tadi lo ngusir gue”
“ega disini aja”
“berarti lo yang keluar nih?” tanya Segara, punggungnya terasa geli karena gelengan kepala Jarrel yang menempel pada punggungnya.
“terus lo maunya gimana?”
“bobo bareng aja”
“lo gila banget asli”
“kenapa? tidur bareng doang kok, gak bikin aku hamil ini” ucap Jarrel dengan polos membuat Segara mendengus. Dia kan laki-laki mana bisa hamil.
“lo tidur di kasur aja, gue di bawah”
“emangnya gapapa ega tidur di bawah? keras tau”
“emang”
“yaudah di kasur aja berdua sama aku, kenapa sih lagian kok gak mau amat”
“yaudah iya di kasur, berdua”
Jarrel tersenyum senang, akhirnya ia tidak tidur sendirian karena ditemani Segara.
“lepasin dulu pelukan lo”
“ohiya hehe”
Dengan santai, Jarrel berjalan ke arah ranjang milik Segara dan merebahkan dirinya disana.
“ega sini bobo”
Segara mendengus sebal, namun ia menuruti perintah dari papah tirinya. Berjalan ke arah ranjang dan merebahkan tubuhnya di sebelah Jarrel.
Saat Segara akan memejamkan matanya, Jarrel mengeluarkan suara lagi. “ega beneran anaknya mas hisyam ya?”
“ya iyalah, masa anaknya pak asep”
Jarrel terkekeh saat mendengar jawaban konyol dari Segara.
“kok gak mirip ya?”
“gak tau deh, gue anak pungut kali”
“ih kalo ega beneran anak pungut gimana hayoh?”
“random banget sih pertanyaan lo”
“ih ega mah gak sopan terus sama aku, lo gue lo gue mulu”
“ya terus maunya gimana?”
“panggil papah lah, aku kan papah kamu” ucap Jarrel sembari mencebikkan bibirnya.
“males”
“kenapa?!”
“umur kita gak jauh beda, canggung banget manggil lo kayak gitu”
“tapi kamu harus, gak sopan tau ih lo gue lo gue ke papah sendiri”
“papah mana yang tingkahnya kayak bocil, dijagain sama anaknya, minta temenin tidur ke anaknya. lo tuh gak pantes disebut papah”
“pantesnya?”
“bayi”
Jarrel mendengus kesal, ia tak suka dipanggil bayi oleh pria yang statusnya adalah anak tirinya.
“tau ah” ucap Jarrel membalikan badannya, memunggungi Segara yang terkekeh geli melihat tingkah lucu papah tirinya.
“ngambek?” tanya Segara, tidak ada jawaban.
“bayi”
“apa sih!”
“hahahaha ngambek?”
“enggak”
“beneran?”
“tidur ega, udah malem”
“ngambek ya?”
“ish! enggak!”
Segara mengelus surai kecoklatan milik Jarrel, sangat terlihat jelas sekarang kalau papah tirinya itu tingkahnya seperti anak kecil yang sedang merajuk ingin dibelikan mainan.
“masih ngambek?”
“ngantuk”
“bobo”
Jarrel merubah posisinya lagi menjadi menghadap Segara, pria yang lebih muda mengulurkan tangan kirinya untuk dijadikan bantal, Jarrel dengan senang hati menyenderkan kepalanya pada lengan kiri Segara.
Segara menatap Jarrel yang sedikit demi sedikit sudah mulai memejamkan matanya, tangan kanannya tak henti-hentinya mengelus surai lembut milik papah tirinya itu.
Tak lama setelah Jarrel tertidur, Segara pun ikut memejamkan matanya.
Malam itu, mereka berdua tidur bersama dengan memeluk satu sama lain.