first time. little bit 🔞
Sudah setengah jam Jarrel masih setia pada posisinya, berdiri di hadapan sang suami yang sedang sibuk bermain ponsel di pinggir ranjang.
Jarrel mendengus kesal karena Hisyam mengabaikan dirinya, pria mungil itu juga terlalu takut untuk mengeluarkan suara.
Jarrel mengigit bibir bawahnya, tangannya memainkan ujung kaosnya. Ia sangat gelisah, Hisyam hanya diam tapi diamnya itu yang membuat Jarrel semakin gelisah. Ia tahu jelas, suaminya ini jika sedang marah, akan melakukan silent treatment padanya.
Hisyam jengah melihat Jarrel yang masih berdiri di hadapannya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menarik tangan Jarrel hingga suami kecilnya itu terjatuh duduk diatas kedua pahanya.
Jarrel terkejut dengan pergerakan tiba-tiba yang dilalukan oleh Hisyam. Jantungnya berdetak dua kali lebih kencang saat berhadap-hadapan dengan suaminya sekarang.
“jelasin sekarang”
“huh?”
“jelasin yang tadi”
Jarrel menarik nafas panjang, berharap jika Hisyam akan percaya dengan kebohongannya.
“jadi tadi tuh aku lagi masak, terus tibatiba ega masuk dapur katanya laper. yaudah aku masakin juga, mas tau sendiri kan kalo ega itu anaknya kepoan?” tanya Jarrel, Hisyam mengangguk.
“nah, ega tibatiba nyamperin aku. dia kepo aku masak apaan, tapi karena dia anaknya ceroboh banget, dia kesandung”
“kesandung?”
“iya”
“kesandung kok posisinya kayak backhug?”
“mas cuma salah paham, ega nahan tangannya ke meja konter biar aku gak kedorong terus kena kompor. jadi seakan akan posisi kita kayak lagi backhug”
Hisyam mengangguk paham. Sebenarnya ia masih sedikit ragu dengan penjelasan yang sudah dilontarkan oleh suaminya itu, karena tadi jelas-jelas ia melihat kalau Segara memeluk Jarrel dari belakang.
Ketika Hisyam ingin memindahkan Jarrel dari pangkuannya, lelaki yang lebih muda itu malah melingkarkan kedua lengannya di leher Hisyam. Menyembunyikan wajahnya sendiri di dada lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu.
Hisyam menarik nafas dalam, emosinya masih menggebu-gebu. Namun dipeluk Jarrel seperti ini membuat emosinya sedikit berkurang.
“maaf” bisik Jarrel.
“mas hisyam, maaf”
Jarrel menjauhkan wajahnya dari dada Hisyam, menatap dalam manik mata pemuda tampan itu seolah memberitahu jika ia adalah miliknya.
“jangan pernah mikir kalo aku ada main sama ega di belakang mas, aku cuma sayang sama mas. yang tadi itu cuma salah paham aja mas aku berani sumpah”
Hisyam tersenyum tipis, sebelah tangannya terangkat untuk ia letakkan diatas kepala Jarrel. Mengelusnya pelan, Jarrel pun ikut tersenyum dan menarik tangan suaminya untuk ia genggam.
“maafin aku mas”
“mas gak marah sama kamu”
“bohong, tadi mas diemin aku”
“mas cuma pengen kamu yang ngomong duluan, kamu jelasin duluan tanpa harus mas tanya dulu”
“maaf”
Tangan kiri Hisyam terangkat untuk mengelus lembut pipi Jarrel, Hisyam menatap mata pria mungil di hadapannya dalam satu garis lurus.
Usapan pada wajah perlahan turun, mengelus pelan bibir bawah Jarrel.
“boleh?”
Jarrel mengerti, Hisyam menginginkannya. Sebenarnya ia masih belum siap, namun sekarang Jarrel harus melakukannya. Tak ingin membuat Hisyam terus-terusan menunggunya sampai ia siap.
“boleh”
Hisyam mendekat, menipiskan jarak diantara keduanya sampai deruan napas yang lebih muda membelai lembut wajahnya. Jarrel memejamkan matanya saat merasakan benda lembab menempel pada bibirnya.
Hisyam membawa Jarrel larut dalam ciuman lembutnya, menyesap belah bibir Jarrel atas dan bawah bergantian.
Satu lenguhan kecil lolos dari bibir Jarrel ketika tangan Hisyam masuk ke dalam kaos hitam yang dikenakannya, mengusap lembut sekitar pinggangnya membuat pikiran Jarrel semakin tidak karuan.
Bibir dan lidah keduanya terus beradu, suara decakan memenuhi kamar mereka. Jarrel mendorong pelan dada Hisyam karena ia mulai kehabisan oksigen.
Hisyam mengusap bibir Jarrel dengan ibu jarinya. “kamu udah siap? kalo masih belum siap, mas gak akan maksa”
Jarrel terdiam sesaat sebelum akhirnya ia mengangguk. “aku siap mas”
Hisyam menangkup pipi Jarrel, kembali mempertemukan bibir keduanya, ia akan memimpin. Tentu dengan pelan, lembut, dan sangat hati-hati, karena ini yang pertama bagi Jarrel. Hisyam ingin memberi kesan yang baik untuk pengalaman pertamanya.
Selanjutnya hanya mereka berdua yang tahu. Di kamar besar ini, hanya dipenuhi dengan decakan basah oleh keduanya. Alunan merdu dari bibir yang melantun indah saling menyebutkan nama.